KAB. BEKASI, MEDIA METROPOLITAN - Sampah medis, berupa obat obatan, sisa kotak obat,
plastik obat, masker, dan berbagai macam lainnya tampak di buang di sekitar
Tempat Pembuangan Sementara (TPS). Selain itu, ada dugaan pemusnaan sampah yang
tidak sesuai prosedur dengan cara di bakar di lokasi Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas) Sukatenang, Kecamatan Sukawangi, Kabupaten Bekasi.
Selain itu, dari hasil investigasi Metropolitan juga
menemukan beberapa kardus obat kedaluwarsa berbentuk sirup dibiarkan begitu
saja dalam ruangan terbuka adalah sebuah dugaan pelanggaran.
Kepala Puskesmas Sukatenang, Kecamatan Sukawangi, H.
Didi Sahrodi mengatakan, obat tersebut
tidak di buang karena masih di ruang lingkup gedung Puskesmas. Masalah
kedaluwarsa tidak jadi masalah, mau sepuluh tahun tidak masalah, yang penting
tidak di buang, ujarnya saat di konfirmasi Metropolitan di ruang kerjanya, Rabu
(13/5) lalu.
“Nanti ada berita acara pemusnahan obat, baru itu
kita lempar ke gudang. Tapi, saya berterimakasih dengan adanya berita ini,
dengan ini informasi ini menjadi bahan pelajaran buat saya,” ujar Didi..
Menurutnya,
sampah medis diangkat sitiap tiga bulan sekali, beda dengan sampah rumah
tangga yang diangkut setiap satu bulan sekali. Saya mengerti tentang pembuangan
sampah medis dari tahun 2020 sudah ada undang-undangnya, yang berlaku bulan
Oktober. Adapun bekas pembakaran, itu bukan pembakaran obat, melainkan
pembakaran kayu bekas pembangunan Puskesmas tahun lalu, katanya.
Bahkan kata Didi, obat itu bukan limbah B3, saya
sudah konfirmasi dengan Lingkungan hidup (LH). Yang disebut dengan limbah B3
adalah cair, jadi obat tersebut adalah limbah medis, ungkapnya.
Sementara, Kepala Seksi Pencegahan Kerusakan
Lingkungan Hidup pada Dinas Lingkungan
Hidup Kab. Bekasi, Luluk Ika Nurhayati menegaskan, sesuai Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) meliputi, pengurangan, penyimpanan, pengangkutan, pengumpulan,
pengolahan, pemanfaatan, dan/atau penimbunan.
Terhadap tata cara dan persyaratan teknis
pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (LB3) Dari Fasilitas Pelayanan
Kesehatan menyebutkan, bahwa obat kedaluwarsa merupakan limbah B3 yang diatur
pengelolaannya termasuk penyimpanannya dapat di lihat dalam Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor: P.56/Menlhk-Setjen/2015.
“Puskemas itu harus memiliki tempat penyimpanan obat
kadaluwarsa yang benar, karena obat tersebut merupakan Limbah B3. Harus
memiliki penyimpanan tersendiri karena karateristiknya, makanya tidak bisa
disimpan sembarangan. Ia harus memiliki penyimpanan yang spesifik karena ada
yang bersipat inasius dan ada yang bersipat mudah terbakar,” jelas Luluk
kepada Metropolitan di ruang kerjanya,
Kamis 11/6 lalu.
Kata Luluk, Puskesmas harus memiliki penyimpanan
obat kadaluwarsa yang baik dan tidak boleh di letakkan sembarang tempat.
“Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib
melakukan pengelolaan limbah B3 yang di hasilkannya, berarti Ia (red-Puskesmas)
tidak mengelola dong. Pengelolaan tersebut melalui penyimpanan,” kata Luluk.
Menurutnya, bila tidak dapat mengelola Limbah B3,
maka dapat dikerjasamakan dengan pihak ke tiga yang telah memiliki ijin dari
Kementerian.
Terkait pernyataan kepala Pukesmas Sukatenang
bahwa obat bukan merupakan Limbah B3
karena sudah konsultasi dengan LH. Namun, Luluk
mengatakan bahwa Puskemas Sukatenang belum pernah konsultasi terhadap
hal itu.
“Kepada siapa, Puskesmas Sukatenang konsultasi,
tidak tau sama yang lain yah, namun kalau RSUD sering konsultasi kesini,” ujar
Luluk.
Sementara itu,
Ketua Auditor Inspektorat Irban IV Kabupaten Bekasi, Ogi Prayogi, dengan
tengas mengatakan bahwa sampah Puskesamas atau Rumah Sakit merupakan sampah B3.
Perlu penanganan khusus dalam masalah sampah di Puskesmas tersebut
(Red-Puskesmas Sukatenang).
“Perlu penangan khusus dalam masalah sampah di
Puskesmas tesebut,” ujar Ogi, kepada Metropolitan memalui Celluler, Kamis (
25/6).
Sebab, sampah medis tersebut berisiko terhadap
penularan penyakit khususnya kepada pegawai Puskesmas dan masyarakat
sekitarnya, petugas sampah, pengunjung, pasien, dan lainnya. Seyogianya Kepala
Puskesmas lebih berhati-hati dalam penanganan sampah medis, ujarnya.
Disingung soal penaanganan sampah medis di Puskesmas
Sukatenang, Inspektorat berencana akan memanggil kepala Puskesmas. “Insyah
Allah, nanti kita akan minta klarifikasi dari Kepala Puskemas,” tegas Ogi.
Sebelumnya, pemerhati lingkungan hidup, Hary, ketika
dimintai tanggapannya tentang limbah medis yang dibuang di belakang gedung
Puskesmas menjelaskan, sangat menyayangkan tindakan pegawai Puskesmas
Sukatenang yang membuang limbah medis ngawur, dimana seharusnya institusi
pemerintah (Puskesmas) dapat memberi contoh yang baik dalam hal pengelolaan
limbah B3 khususnya limbah infektous (limbah terinfeksi), apalagi Puskesmas
tersebut dekat dengan pemukiman warga dan sering dikunjungi oleh masyarakat
yang mau berobat.
Dia menambahkan, apapun itu, yang pasti limbah medis
sangat berbahaya dan bisa menularkan penyakit. Kami berharap pihak dinas
kesehatan bertanggungjawab atas kelalaian petugas Puskesmas tersebut, dan
aparat penegak hukum harus segera menindaklanjuti temuan ini, pintanya.
“Selain sangat berbahaya dan bisa menularkan
penyakit, limbah medis tersebut bisa disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab,” tandasnya.
Hary menambahkan, kegiatan ini sudah mencederai UU
No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
terutama pasal 102 yang berbunyi; Setiap orang yang melakukan pengelolaan
limbah B3 tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (4), dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga)
tahun dan denda paling sedikit Rp.1.000.000.000, (satu miliar rupiah) dan
paling banyak Rp.3.000.000.000, (tiga miliar rupiah), dan Pasal 103 yang
berbunyi “Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan
pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
sedikit Rp.1.000.000.000, (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp.3.000.000.000, (tiga miliar rupiah), jelasnya. (Karsim/Martinus)