Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Asep N
Mulyana selaku jaksa penuntut umum (JPU) mengonfirmasi, Herry Wirawan
mendapatkan tuntutan hukuman mati, dan kebiri kimia. Hukuman ini dinilai bisa menjadi efek jera
bagi pelaku tersebut.
“Ini sebagai bukti,
komitmen kami untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan pihak lain yang
melakukan kejahatan,” tegasnya.
JPU juga meminta
kepada majelis hakim agar terdakawa membayar denda sebesar Rp500 juta dan
subsider kurungan penjara selama 1 tahun.
“Dan kami juga meminta
untuk mewajibkan terdakwa membayar restitusi kepada anak-anak korban totalnya
Rp 331.570,186,” jelasnya.
Majelis hakim juga
diminta akan membekukan yayasan pondok pesantren dan sekolah yang didirikan
terdakwa.
Selain itu, pihaknya
juga akan merampas harta kekayaan atau aset terdakwa baik berupa tanah dan
bangunan yang sudah disita maupun belum. Kemudian akan dilelang dan diserahkan
kepada negara atau Pemerintah Provinsi Jawa barat guna bisa membiayai sekolah
korban dan bayinya.
“Dan itu nantinya akan
digunakan untuk biaya sekolah anak-anak (Korban) dan bayi-bayi nya, dan
kelangsungan hidup daripada mereka (Korban),” katanya.
“Kemudian kami juga
meminta barang bukti milik terdakwa berupa sepeda motor untuk pelelangan dan
hasilnya akan di serahkan kepada Negara melalui Pemerintah Provinsi Jabar,
untuk nantinya biaya sekolah dan keberlangsungan hidup korban dan anaknya,”
bebernya.
Herry Wirawan dituntut
hukuman sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3), ayat (5), jo Pasal 76D UU RI
Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang No 1 tahun 2016 tentang Perubahan ke dua atas Undang-undang Nomor
23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-undang Jo Pasal 65 ayat
(1) KUHP.