Deklarasi Bandung Kota Angklung dibacakan oleh
Taufik Hidayat Udjo, salah satu tokoh angklung di Kota Bandung.
“Kami, mewalkili masyarakat Kota Bandung, yang
mencintai seni dan budaya angkung meliputi para pengajar, pelajar, pengrajin,
pemain, akademisi, pemerhati,dengan tokoh masyarakat dan Pemerintah Kota
Bandung, pada hari ini menyatakan bahwa Angklung menjadi identitas baru Kota
Bandung dengan sebutan “Bandung Kota Angklung”.
Kota Bandung bertekad untuk terus melakukan
perlindungan, pelestarian, pengembangan, dan peregenerasian terhadap seni
budaya angklung yang sudah menjadi milik dunia ini.
Dengan nilal-nilai filosofi yang terkandung di
dalamnya, melalui angklung masyarakat Kota Bandung akan terus menjaga
keharmonisan tanpa memandang SARA dengan semangat kerja sama, gotong royong,
dan tenggang rasa.
Semoga dengan “Bandung Kota Angklung” akan
membawa dampak yang positif terhadap kemajuan Kota Bandung di segala bidang,”
berikut bunyi Deklrarasi Bandung Kota Angklung yang dibacakan.
Turut menyaksikan deklarasi tersebut: Wali Kota
Bandung Yana Mulyana, Ketua Tim Bandung Kota Angklung Dadan Sunjaya, beserta
Eddy Permadi, Popong Otje Djunjunan, Aan Handoyo, Dr. Dinda Satya, dan Ahmad
Rosidi.
Digelar secara hybrid, acara ini menampilkan
sekitar 300 seniman, pegiat angklung, beserta komunitas seni angklung di Kota
Bandung.
Menurut Wali Kota Bandung, Yana Mulyana,
setelah deklarasi ini, semua pegiat angklung di Kota Bandung punya tanggung
jawab besar untuk melestarikan angklung.
“Saya berharap langkah kita ini tidak berhenti
sebatas deklarasi. Perlu ada program nyata untuk menduniakan angklung,” ujar
Yana.
Ia juga menyebut setelah deklarasi ini,
pemerintah beserta sejumlah elemen masyarakat perlu menyusun langkah strategis
atau roadmap pengembangan angklung.
“Dengan demikian, semua pemangku kepentingan
memiliki kewajiban untuk menduniakan angklung,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kota Bandung, Dewi Kaniasari menyebut deklarasi ini menjadi tonggak
bagi Kota Bandung untuk jadi ikon “Kota Angklung”.
Terutama angklung kreasi, yang telah menjadi
ciri khas produk pertunjukan angklung dari Kota Bandung.
“Semoga deklarasi ini membuat Kota Bandung
menjadi destinasi wisata budaya. Semoga angklung terus berkembang pesat. Tong
ngaku urang Bandung lamun teu ngangklung,” ucap Kenny sapaan akrabnya.
Acara ini juga mendapat apresiasi dari Duta
Besar RI untuk UNESCO, Is Munandar. Menurutnya, angklung memiliki filosofi yang
luar biasa, antara lain kolaborasi dan harmonisasi.
Sebab, alat musik ini tidak bisa dimainkan
sendiri dan memerlukan kekompakan tiap pemainnya dalam sebuah pertunjukkan.
“Saat dunia membutuhkan hubungan yang baik
dengan alam, angklung mengajarkan bal tersebut,” kata Is melalui siaran
virtual.
Untuk diketahui, perjalanan eksistensi angklung
di Kota Bandung dijabarkan dalam 3 periode: periode pertama dekade ‘30 hingga
‘70-an, yakni periode angklung yang dipopulerkan Daeng Soetigna.
Periode kedua yakni dekade 70 hingga 90-an,
yang merupakan era angklung yang dipopulerkan Saung Angklung Udjo.
Periode ketiga adalah dekade 90-an hingga saat
ini; yang merupakan periode angklung kreasi.
Sebagai informasi pula, Deklarasi Bandung Kota
Angklung dihadiri sejumlah seniman, akademisi, pegiat, serta komunitas angklung
di Kota Bandung.
Juga diluncurkan maskot Bandung Kota Angklung yang diberi nama Si Bitung. (Supriyanto)