Terkait aturan baru tersebut, Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Bekasi mengimbau
masyarakat agar dapat menyesuaikan aturan yang dikeluarkan pemerintah pusat.
Kepala Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kabupaten Bekasi, Hudaya mengatakan, peraturan baru tersebut
dikeluarkan untuk memudahkan dan memperbaiki pencatatan nama pada dokumen
kependudukan bagi warga yang hendak memberikan nama kepada anak-anaknya.
Hudaya menyebutkan, aturan tersebut
tidak berlaku surut, dan berlaku sejak Permendagri ini diundangkan dalam
lembaran negara pada 21 April 2022.
“Jadi dokumen kependudukan yang
diterbitkan setelah tanggal tersebut, harus memenuhi kaidah yang tercantum pada
Permendagri Nomor 73 tahun 2022. Karena itu kami imbau masyarakat untuk
mengikuti apa yang diatur dalam Permendagri itu untuk kebaikan anak-anak kita
di kemudian hari,” ungkap Hudaya di kantornya, Selasa, (14/06/2022).
Dalam Permendagri tersebut, kata
Hudaya, diatur juga bagi warga yang memberikan nama pada anaknya agar tidak
berkonotasi negatif dan tidak lebih dari 60 karakter termasuk spasi, dan
minimal dua kata.
“Jadi ada first
name dan last name. Dalam penulisannya juga tidak boleh mencantumkan
gelar dalam dokumen kependudukan, dokumen Kependudukan itu akta dalam akta
Pencatatan Sipil tidak boleh gelar pendidikan dan gelar agama misalnya haji
tidak boleh di akta, tapi di KTP boleh, gelar keagamaan boleh,” jelasnya.
Hudaya melanjutkan bagi mereka yang
memiliki gelar kebangsawanan dan adat akan menjadi satu-kesatuan dan tidak
disingkat penulisannya dalam dokumen Pencatatan Sipil.
“Jadi kalau Muhammad harus
dipanjangkan Muhammad, karena kalau disingkat M, dalam akta Pencatatan Sipil
belum tentu Muhammad. Makanya sekarang tidak boleh lagi menulis nama dalam akta
Pencatatan Sipil dengan singkatan, harus seluruhnya, kalau dia ada Raden
dipanjangkan, jangan ditulis R,” lanjutnya.
Menurutnya aturan tersebut
diterbitkan, sebagai upaya pemerintah agar tidak terjadi kesalahan penulisan
dalam dokumen kependudukan, sehingga penulisannya berbeda-beda.
“Misalnya nama Raden Muhammad Rudi, di
ijazah ditulis R. M. Rudi, di akta kelahirannya R Moh Rudi kemudian di KTP beda
lagi, ini akan terjadi perbedaan yang menyulitkan saat dia mengurus passport,
tapi kalau di awal sudah diatur, ini tidak akan merepotkan masyarakat,” ujarnya.
Lebih prinsip lagi Hudaya menandaskan,
Permendagri tersebut juga dapat mengurangi kejadian nama yang berkonotasi
negatif pada anak, sehingga secara mental dan sostial sehari-hari akan
mengalami gangguan saat berinteraksi.
“Orang yang memiliki nama Pengki misalnya dia secara sosial kan berinteraksi kurang bagus, ada orang namanya seperti itu kan? Makanya pemerintah mengatur untuk kebaikan warganya,” tandasnya.(Ely)