Inspektorat Kabupaten Bekasi Akan Panggil Kepala Puskesmas Sukatenang

oleh -581 Dilihat
Limbah

KAB. BEKASI, MEDIA METROPOLITAN – Sampah medis, berupa obat obatan, sisa kotak obat, plastik obat, masker, dan berbagai macam lainnya tampak di buang di sekitar Tempat Pembuangan Sementara (TPS). Selain itu, ada dugaan pemusnaan sampah yang tidak sesuai prosedur dengan cara di bakar di lokasi Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Sukatenang, Kecamatan Sukawangi, Kabupaten Bekasi.
Selain itu, dari hasil investigasi Metropolitan juga menemukan beberapa kardus obat kedaluwarsa berbentuk sirup dibiarkan begitu saja dalam ruangan terbuka adalah sebuah dugaan pelanggaran.
Kepala Puskesmas Sukatenang, Kecamatan Sukawangi, H. Didi Sahrodi  mengatakan, obat tersebut tidak di buang karena masih di ruang lingkup gedung Puskesmas. Masalah kedaluwarsa tidak jadi masalah, mau sepuluh tahun tidak masalah, yang penting tidak di buang, ujarnya saat di konfirmasi Metropolitan di ruang kerjanya, Rabu (13/5) lalu.
“Nanti ada berita acara pemusnahan obat, baru itu kita lempar ke gudang. Tapi, saya berterimakasih dengan adanya berita ini, dengan ini informasi ini menjadi bahan pelajaran buat saya,” ujar Didi..
Menurutnya,  sampah medis diangkat sitiap tiga bulan sekali, beda dengan sampah rumah tangga yang diangkut setiap satu bulan sekali. Saya mengerti tentang pembuangan sampah medis dari tahun 2020 sudah ada undang-undangnya, yang berlaku bulan Oktober. Adapun bekas pembakaran, itu bukan pembakaran obat, melainkan pembakaran kayu bekas pembangunan Puskesmas tahun lalu, katanya.
Bahkan kata Didi, obat itu bukan limbah B3, saya sudah konfirmasi dengan Lingkungan hidup (LH). Yang disebut dengan limbah B3 adalah cair, jadi obat tersebut adalah limbah medis, ungkapnya.
Sementara, Kepala Seksi Pencegahan Kerusakan Lingkungan  Hidup pada Dinas Lingkungan Hidup Kab. Bekasi, Luluk Ika Nurhayati menegaskan, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) meliputi, pengurangan, penyimpanan, pengangkutan, pengumpulan, pengolahan, pemanfaatan, dan/atau penimbunan.

Terhadap tata cara dan persyaratan teknis pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (LB3) Dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan menyebutkan, bahwa obat kedaluwarsa merupakan limbah B3 yang diatur pengelolaannya termasuk penyimpanannya dapat di lihat dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor: P.56/Menlhk-Setjen/2015.
“Puskemas itu harus memiliki tempat penyimpanan obat kadaluwarsa yang benar, karena obat tersebut merupakan Limbah B3. Harus memiliki penyimpanan tersendiri karena karateristiknya, makanya tidak bisa disimpan sembarangan. Ia harus memiliki penyimpanan yang spesifik karena ada yang bersipat inasius dan ada yang bersipat mudah terbakar,” jelas Luluk kepada  Metropolitan di ruang kerjanya, Kamis 11/6 lalu.

Kata Luluk, Puskesmas harus memiliki penyimpanan obat kadaluwarsa  yang baik dan  tidak boleh di letakkan sembarang tempat.

“Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang di hasilkannya, berarti Ia (red-Puskesmas) tidak mengelola dong. Pengelolaan tersebut melalui penyimpanan,” kata Luluk.

Menurutnya, bila tidak dapat mengelola Limbah B3, maka dapat dikerjasamakan dengan pihak ke tiga yang telah memiliki ijin dari Kementerian.
Terkait pernyataan kepala Pukesmas Sukatenang bahwa  obat bukan merupakan Limbah B3 karena sudah konsultasi dengan LH. Namun, Luluk  mengatakan bahwa Puskemas Sukatenang belum pernah konsultasi terhadap hal itu. 

“Kepada siapa, Puskesmas Sukatenang konsultasi, tidak tau sama yang lain yah, namun kalau RSUD sering konsultasi kesini,” ujar Luluk.
Sementara itu,  Ketua Auditor Inspektorat Irban IV Kabupaten Bekasi, Ogi Prayogi, dengan tengas mengatakan bahwa sampah Puskesamas atau Rumah Sakit merupakan sampah B3. Perlu penanganan khusus dalam masalah sampah di Puskesmas tersebut (Red-Puskesmas Sukatenang).
“Perlu penangan khusus dalam masalah sampah di Puskesmas tesebut,” ujar Ogi, kepada Metropolitan memalui Celluler, Kamis ( 25/6).
Sebab, sampah medis tersebut berisiko terhadap penularan penyakit khususnya kepada pegawai Puskesmas dan masyarakat sekitarnya, petugas sampah, pengunjung, pasien, dan lainnya. Seyogianya Kepala Puskesmas lebih berhati-hati dalam penanganan sampah medis, ujarnya.
Disingung soal penaanganan sampah medis di Puskesmas Sukatenang, Inspektorat berencana akan memanggil kepala Puskesmas. “Insyah Allah, nanti kita akan minta klarifikasi dari Kepala Puskemas,” tegas Ogi.

Sebelumnya, pemerhati lingkungan hidup, Hary, ketika dimintai tanggapannya tentang limbah medis yang dibuang di belakang gedung Puskesmas menjelaskan, sangat menyayangkan tindakan pegawai Puskesmas Sukatenang yang membuang limbah medis ngawur, dimana seharusnya institusi pemerintah (Puskesmas) dapat memberi contoh yang baik dalam hal pengelolaan limbah B3 khususnya limbah infektous (limbah terinfeksi), apalagi Puskesmas tersebut dekat dengan pemukiman warga dan sering dikunjungi oleh masyarakat yang mau berobat.

Dia menambahkan, apapun itu, yang pasti limbah medis sangat berbahaya dan bisa menularkan penyakit. Kami berharap pihak dinas kesehatan bertanggungjawab atas kelalaian petugas Puskesmas tersebut, dan aparat penegak hukum harus segera menindaklanjuti temuan ini, pintanya.
“Selain sangat berbahaya dan bisa menularkan penyakit, limbah medis tersebut bisa disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” tandasnya.

Hary menambahkan, kegiatan ini sudah mencederai UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, terutama pasal 102 yang berbunyi; Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp.1.000.000.000, (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.3.000.000.000, (tiga miliar rupiah), dan Pasal 103 yang berbunyi “Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp.1.000.000.000, (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.3.000.000.000, (tiga miliar rupiah), jelasnya. (Karsim/Martinus)