KOTA BANDUNG, MEDIA METROPOLITAN – Babakan Siliwangi, atau yang akrab disingkat sebagai Baksil, bukan sekadar kawasan hutan kota, biasa di Kota Bandung.
Di balik pepohonan dan sungai-sungai yang melintasi, terdapat sejarah yang kaya dan sering kali kontroversial, menandakan pentingnya kawasan ini bagi masyarakat Kota Bandung.
1. Zaman Penjajahan: Awal Sebuah Warisan Alam. Pada zaman penjajahan Belanda, kawasan ini dikenal sebagai Lebak Gede, sebuah sabuk hijau yang menjadi bagian tak terpisahkan dari Kota Bandung.
Dibentuk oleh Sungai Cikapundung puluhan ribu tahun yang lalu, Lebak Gede dianggap sebagai warisan alam bagi kota ini. Rencana untuk menjadikannya hutan kota dan perkebunan terbuka bagi masyarakat umum pertama kali digagas pada tahun 1920.
2. Periode 1950an – 1980an: Menuju Era Komersialisasi
Setelah Indonesia merdeka, pengelolaan Lebak Gede diambil alih oleh Pemerintah Kota Bandung.
Namun, dengan berkembangnya Bandung, muncul keinginan untuk mengubah fungsi kawasan ini menjadi pusat kegiatan komersial.
Pada masa pemerintahan Wali Kota Otje Djundjunan, upaya fisik di kawasan ini mengalami peningkatan. Restoran Babakan Siliwangi dan berbagai fasilitas wisata lainnya dibangun, menciptakan suasana pariwisata yang ramai.
3. Periode 1990an – Kini: Kontroversi dan Pemulihan
Komersialisasi tidak datang tanpa kontroversi. Rencana pembangunan lebih lanjut, terutama yang melibatkan pihak swasta, menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat.
Di tengah perdebatan ini, kebakaran yang menghanguskan Restoran Babakan Siliwangi pada tahun 2003 menambah kompleksitas situasi. Namun, perjuangan untuk mempertahankan Babakan Siliwangi sebagai hutan kota terus berlanjut.
4. Pengembangan Babakan Siliwangi Kini: Kembali ke Akar
Deklarasi Babakan Siliwangi sebagai hutan kota dunia oleh PBB pada tahun 2011 memberikan momentum baru.
Pemerintah Kota Bandung mengambil langkah tegas dengan memutuskan kerjasama dengan pihak swasta pada tahun 2013, mengembalikan pengelolaan sepenuhnya ke tangan pemerintah.
Upaya untuk menata Babakan Siliwangi sebagai hutan kota yang dapat diakses oleh masyarakat terus dilakukan, dengan melibatkan partisipasi aktif dari berbagai pihak.
Babakan Siliwangi, dengan sejarahnya yang panjang dan seringkali penuh tantangan, adalah cerminan dari perjuangan untuk menjaga lingkungan dan warisan alam yang berharga.
Dalam rangka menghadapi masa depan yang lebih baik, langkah-langkah untuk menjaga dan mengembangkan kawasan ini sebagai ruang terbuka hijau yang berkelas dunia terus dilakukan, semoga menjadi inspirasi bagi kota-kota lainnya. (Supriyanto)