Kasus Pembunuhan Kucing Berakhir di Pengadilan

oleh -637 Dilihat

Bina Impola Sitohang SH, MH
KOTA BEKASI, MEDIA METROPOLITANSidang perdana karena kucing mati disidangkan Pengadilan Negeri (PN) Kota Bekasi, yang dipimpin Ketua Majelis Beslin Sihombing,dibantu Anggota Majelis,Sofia Marlianti Tambunan dan Martha dengan acara pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), 28/9/21.
JPU Kejaksaan Negeri Kota Bekasi, Oemar, dalam dakwaannya menyebutkan, bahwa terdakwa Hasudungan Rumapea (HR) alias Oskar melakukan penganiayaan terhadap kucing warna hitam milik tetangganya, Iwan Setiawan, dengan cara mengambil sapu bergagang paralon kemudian memukulkannya sekali ke kepala kucing tersebut sehingga mati. Atas perbuatan terdakwa, HR dijerat dengan pasal 406 ayat (2) KUHPidana dan pasal 302 ayat 2 KUHPidana dengan ancaman kurungan maksimal 9 bulan penjara.

Usai persidangan terdakwa HR pada Metropolitan mengatakan bahwa sebenarnya dirinya tidak berkeinginan untuk mematikan kucing tersebut.

Kejadian itu satu setengah tahun yang lalu persisnya pada  5/2/20, saya lagi keluar rumah melihat ada kucing di depan rumah saya ingin mengusirnya,  melihat ada sapu disitu, saya ambil kemudian saya pukul  pakai gagang sapu agar pergi  menjauh, karena kucing tersebut sering kencing dan berak di depan rumah saya, setelah itu saya tinggal, sebut HR.

Terdakwa yang tidak ditahan itu, menambahkan, beberapa hari kemudian rumah pemilik kucing itu, sering didatangi orang,

katanya dari Komunitas Pencinta Binatang bahwasanya mereka tidak terima atas kematian kucing tersebut, sehingga pada 18 Pebruari 2020 terdakwa HR langsung dijemput Penyidik Polrestro Bekasi Kota untuk diperiksa sebagai tersangka hingga saat ini menjadi terdakwa di PN ini. ” pada hal saya sudah minta maaf dan berdamai dengan pemilik kucing, ini buktinya sambil menunjukkan sehelai surat bermeterai.” lakon terdakwa HR.

Menurut Bina Impola Sitohang SH, MH. kuasa hukum terdakwa menyebutkan, seharusnya perkara seperti tidaklah harus sampai ke Pengadilan karena di Institusi Polri ada disebut dengan istilah Restorative Justice yaitu penyelesaian perkara tindak Pidana di tingkat penyidikan yang merupakan alternatif dalam sistem peradilan pidana dengan mengedepankan pendekatan integral antara pelaku dengan korban dan masyarakat sebagai satu kesatuan untuk mencari solusi serta kembali pada pola hubungan yang baik dalam masyarakat, karena terdakwa HR dengan pemilik kucing telah melakukan perdamaian, namun nampaknya dalam kasus ini ada tekanan dari pihak lain terhadap penyidik sehingga penyidik dalam perkara ini mengabaikan istilah Restorative Justice, namun demikian, pembelaan terhadap terdakwa HR atas dakwaan JPU akan dibantah sesuai dengan fakta dan logika hukum, sebut Sitohang.

Perkara ini menjadi perbincangan banyak kalangan khususnya dikalangan Penasehat Hukum/Pengacara, salah seorang pengacara yang tidak besedia disebutkan namanya mengatakan, perkara ini akan berdampak luas ke masa yang akan datang, karena dalam pasal itu disebut hanya binatang atau hewan, tidak jelas jenisnya, misalnya kucing tersebut, jenis kucing apa, dipasar pasar banyak kucing, yang sakit, kelaparan, pincang hingga mati siapa yang peduli ? Demikian juga halnya tentang binatang yang di hutan bila seseorang pergi ke hutan untuk berburu, hasilnya pasti binatang/hewan seperti burung misalnya, kemudian Komunitas Pencinta Burung akan bisa melaporkan si Pemburu.

Menurutnya yang dimaksud di dalam pasal 406 dan pasal 302 adalah, setiap binatang/hewan yang telah dilindungi oleh Peraturan  Pemerintah dan atau Undang-undang, bila binatang/hewan tersebut dipelihara harus mendapat ijin dari pemerintah. Bila dikaitkan perkara ini, alat bukti apa yang diajukan JPU ke Pengadilan, karena didalam KUHAPidana minimal dua alat bukti berupa surat, Keterangan Saksi dan keterangn Ahli. Bila CCTV, (close circuit Television) itu, hanya petunjuk bagi majelis hakim untuk membuat putusan terhadap terdakwa, sebutnya. (Bresman. Sirait)

Baca Berita :

No More Posts Available.

No more pages to load.