KAB.BEKASI, MEDIA METROPOLITAN – Pengelolaan Limbah medis dari fasilitas kesehatan pada era pandemi COVID-19 saat ini, harus benar-benar diperhatikan oleh rumah sakit sebagai aspek pencegahan penularan penyakit dan/atau pencemaran terhadap lingkungan;
Dari pengamatan Wartawan Metropolitan pada Jumat, 18 Desember 2020 lalu, dilokasi rumah sakit Swasta Kasih Insani, jalan Raya Sukatani No.9, Sukadarma, Kec. Sukatani, Bekasi, Jawa Barat. Proses penampungan sampah non medis dan medis baik itu dari perawatan tindakan medis yang dilakukan di rumah sakit diduga tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
Pasalnya, pada penampung limbah medis kegiatan di rumah sakit di luar medis diduga berupa Alat pelindung diri (APD) dan medis diduga bersumber dari laboratorium, perawatan,pelayanan medis terkontaminasi dengan darah/cairan terlihat tidak dikemas dengan baik , tidak berikan simbol dan label sesuai dengan klasifikasinya.
Saat dikofirmasi hal tersebut kepada pihak managemen Rumah Sakit, Wartawan dapat bertemu dengan seorang Markerting RSS Kasih Insani Dewi, mengungkapkan bahwa pihaknya telah membuat tempat pembuangan limbah.
“Limbah yang di dalam kemas dengan kantong palstik warna hitam adalah merupakan limbah non medis,” tutur Dewi.
Disinggung soal adanya dugaan limbah Medis yang dikemas dengan warna kuning, Dewi menyangkal kalau itu adalah limbah medis .
“Kalau kitakan medisnya beda, Kantong kuningnya tersebut beda. Kalau kantonya besar karena yang kecil-kecilnya dimasukkan kesitu, Biasanya saya lihat OB seperti itu,”, jelas Dewi.
Lanjutnya, kalau sampah non medis dari Rumah Sakit, Dewi mengatakan bahwa seminggu sekali diangkut dari Dinas Kebersihan Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bekasi.
Ditanya kembali, soal dugaan medis dalam kanton kuning bahwa ada berupa Sarung tangan dll tidak dikemas dengan baik, Dewi pun mengungkapkan karena kunci tempat penampungnya saat itu adanya yang bawa.
“Oh itu, Mungkin ini itu, kuncinya ada yang bawa, masih dicari, ada yang bawa untuk sementara ia naroh disitu, karena kita menggunakan kantong yang besar jadi ditumpuk jadi satu ,” pungkas Dewi.
Sekadar untuk diketahui 1) UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 103 yang berbunyi “Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp.1.000.000.000, (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.3.000.000.000, (tiga miliar rupiah).
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) meliputi, pengurangan, penyimpanan, pengangkutan, pengumpulan, pengolahan, pemanfaatan, dan/atau penimbunan.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor: P.56/Menlhk-Setjen/2015 tentang Tata cara dan persyaratan teknis pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (LB3) Dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Red/Karsim).
Baca Berita :